Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki menyatakan, Israel seharusnya membiayai rekonstruksi Gaza bersama Amerika Serikat dan negara-negara penyedia senjata utama lainnya, demikian laporan Anadolu Agency pada Jumat.
Berbicara pada sebuah acara di London terkait situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese menekankan perlunya penilaian menyeluruh atas dugaan keterlibatan dalam genosida di Gaza, dan menegaskan bahwa bukan hanya Israel, tetapi semua negara yang mendukung tindakan tersebut harus menghadapi sanksi.
“Negara-negara harus memutus hubungan dengan Israel, menghentikan bantuan dan dukungan terhadap negara yang mempertahankan pendudukan yang melanggar hukum,” ujar Albanese.
Mengenai akuntabilitas, ia menambahkan bahwa Israel seharusnya membayar rekonstruksi Gaza bersama AS, Jerman, dan Italia, yang merupakan penyedia senjata utama. Ia juga menekankan perlunya penyelidikan menyeluruh terhadap keterlibatan Inggris, melalui layanan yang diberikan dari pangkalan di Siprus, dalam dugaan genosida ini.
“Jika Israel tidak ingin dituduh melakukan praktik kolonial, negara itu seharusnya tidak bertindak sebagai kekuatan kolonial, mengambil tanah dan menggusur penduduk,” tambah Albanese.
Albanese menyebut dua tahun genosida di Gaza merupakan “kombinasi dari 60 tahun impunitas” dan menegaskan bahwa kekerasan tidak akan berhenti “kecuali terjadi perubahan di London, Roma, Berlin, atau Paris.”
Sanksi AS terhadap Pelapor Khusus
Menyinggung sanksi AS terhadap dirinya, Albanese mengatakan bahwa sanksi tersebut menempatkan dirinya, hakim Mahkamah Pidana Internasional (ICC), dan kelompok HAM Palestina sebagai “seolah kriminal.”
“Belum ada respons yang cukup kuat untuk mencabut sanksi ini,” ujar Albanese. Ia menambahkan, karena dilarang bepergian ke AS, ia tidak dapat mempresentasikan laporannya ke Sidang Umum PBB maupun membuka rekening bank.
Pada Agustus, para ahli PBB memperingatkan bahwa sanksi AS terhadap Albanese mengancam sistem perlindungan hak asasi manusia, sebulan setelah AS mengumumkan sanksi terhadap pelapor khusus tersebut karena “upayanya mendorong” tindakan ICC terhadap pejabat AS dan Israel.
Agustus lalu, AS juga menindak empat pejabat ICC terkait izin penerbitan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.
Saat ini, sekitar 250.000 keluarga tinggal di kamp pengungsian di seluruh Jalur Gaza, banyak yang menghadapi cuaca dingin dan banjir di tenda-tenda rapuh, menurut laporan Pertahanan Sipil Gaza.
Meski gencatan senjata mulai berlaku pada 10 Oktober, kondisi kehidupan di Gaza belum membaik, karena Israel terus memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya truk bantuan, yang dianggap melanggar protokol kemanusiaan dalam kesepakatan gencatan senjata.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 70.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 171.000 orang, meski gencatan senjata telah diterapkan.

