Thursday, December 18, 2025
HomeBeritaInilah kerugian besar petani Tepi Barat akibat larangan bertani

Inilah kerugian besar petani Tepi Barat akibat larangan bertani

Petani Palestina, Syhadeh Makhamera, warga Khirbat Maghayir al-‘Abid di selatan Tepi Barat, selama bertahun-tahun terbiasa menyambut musim hujan dengan membajak lahannya.

Ia menanaminya dengan tanaman ladang tadah hujan, khususnya gandum dan jelai. Ia sepenuhnya menggantungkan pertanian itu pada air hujan.

Dengan mengolah lahannya seluas sekitar 200 dunam (satu dunam setara 1.000 meter persegi), Makhamera meraih lebih dari sekadar hasil panen.

Dari ladang itu, ia mampu memenuhi kebutuhan gandum keluarganya untuk membuat roti sepanjang tahun.

Jerami dan biji jelai dimanfaatkan sebagai pakan ternak domba, sementara lahan pascapanen digunakan sebagai area penggembalaan selama musim panas.

Namun, pola hidup yang telah lama dijalani Makhamera—sebagaimana dialami ribuan petani Palestina lainnya di Tepi Barat—berubah drastis.

Ia kini tidak lagi mampu menggarap lahannya, bahkan kesulitan keluar dari kawasan tempat tinggalnya di Masafer Yatta.

Penyebabnya adalah serangan dan intimidasi berulang dari para pemukim Israel terhadap dirinya, tanamannya, dan ternaknya.

Ruang hidup yang kian menyempit

Makhamera mengenang musim tanam tahun lalu. Saat itu ia telah membajak dan menanam lahannya dengan lebih dari tiga ton benih gandum dan jelai.

Namun menjelang masa panen, para pemukim mendahuluinya dengan menggiring ternak mereka ke ladang tersebut hingga seluruh tanaman habis dirumputi.

Seluruh jerih payah dan biaya produksi pun lenyap, termasuk hasil panen yang diharapkannya dapat mencukupi kebutuhan keluarga selama sebagian besar tahun.

Ia menjelaskan, pertanian selama ini menjadi sumber penghidupan sekaligus faktor ketahanan hidup keluarganya, karena mampu menyediakan sekitar 70 persen kebutuhan pakan ternak.

Kini, tekanan yang kian intens membuatnya tidak lagi bisa menggembalakan domba.

Akibatnya, biaya pakan melonjak tajam hingga memaksanya menjual hampir setengah ternaknya untuk menutup utang.

Dari semula sekitar 400 ekor, kini tersisa kurang dari 200 ekor domba.

Kisah serupa dialami sedikitnya 15 peternak lain di wilayah sekitarnya. Masing-masing sebelumnya memiliki kawanan domba tidak kurang dari 150 ekor.

Namun, seluruhnya akhirnya terpaksa menjual ternak dan meninggalkan wilayah tersebut demi mencari rasa aman dan sumber penghidupan baru.

Pola yang terjadi di seluruh Tepi Barat

Apa yang dialami petani di Masafer Yatta mencerminkan situasi yang lebih luas di Tepi Barat.

Hingga pertengahan 2025, sekitar 360.000 dunam lahan telah disita, menurut Hasan Malihat, Direktur Organisasi Al-Baydar untuk Pembelaan Hak-hak Badui.

Kepada Al Jazeera Net, Malihat menjelaskan bahwa wilayah Lembah Yordan menjadi sasaran utama.

Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada pertanian dan peternakan, namun kini menghadapi berbagai pelanggaran.

Mulai dari penyitaan lahan, pembangunan jalan permukiman, hingga pendirian pos-pos penggembalaan ilegal.

Akibatnya, ribuan dunam lahan penggembalaan tak lagi dapat diakses oleh petani Palestina.

Tak hanya itu, tanaman yang masih berhasil ditanam di lahan terbatas pun menjadi sasaran ternak pemukim.

Situasi ini memaksa petani mengubah pola tanam mereka menjadi pertanian tadah hujan berbiaya rendah dengan hasil yang jauh lebih kecil.

Pada akhirnya, satu-satunya sumber nafkah keluarga berada dalam ancaman serius.

Menurut Malihat, kebijakan kolonisasi berbasis penggembalaan ini bertujuan memutus keterhubungan lahan pertanian Palestina.

Selain itu juga emperluas wilayah permukiman, menghancurkan sumber utama pendapatan warga—yakni pertanian dan peternakan—serta secara sistematis merenggangkan hubungan masyarakat Palestina dengan tanahnya.

Upaya melawan kenyataan

Mu’taz Bisharat, penanggung jawab isu tembok dan permukiman di Kabupaten Tubas dan Lembah Yordan Utara, menilai perang terhadap pertanian tadah hujan pada hakikatnya adalah perang perebutan tanah.

Lahan-lahan pertanian dipagari, dikuasai, lalu pemilik aslinya dilarang masuk.

Di wilayah Lembah Yordan Utara saja, lebih dari 10.000 dunam lahan pertanian telah ditutup atau dikuasai oleh pemukim dan pos penggembalaan.

Saat ini terdapat 14 pos penggembalaan ilegal, salah satunya menguasai hingga 17.000 dunam lahan.

Dalam upaya menggugah keadaan dan menolak kebijakan fait accompli, para petani pekan ini melakukan inisiatif kolektif dengan membajak dan menanami kembali lahan milik pribadi mereka.

Namun, pada malam hari, para pemukim kembali datang dan membajak ulang lahan tersebut untuk merusaknya.

Para petani mencoba kembali mengolah ratusan dunam lahan, tetapi segera dihadang pemukim, tentara, dan polisi Israel. Traktor-traktor pertanian ditahan.

Meski setelah menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah tentara mengizinkan mereka melanjutkan pekerjaan, para pemukim tetap melontarkan ancaman—di hadapan tentara—bahwa mereka tidak akan membiarkan lahan itu ditanami.

Dampak serius bagi ketahanan pangan

Bisharat menegaskan, penyitaan lebih dari 180.000 dunam lahan di Tubas dan Lembah Yordan Utara telah mengguncang ketahanan pangan Palestina, baik nabati maupun hewani.

Penutupan hampir total area penggembalaan menyebabkan populasi ternak menurun hingga sekitar 50 persen.

Hal itu akibat pengusiran warga dari komunitas mereka karena tekanan dan pengepungan yang terus berlangsung.

Ia menyebut, hilangnya pertanian tadah hujan membawa dua kerugian utama. Pertama, hilangnya produksi gandum sebagai komponen penting dalam pangan pokok Palestina.

Kedua, hilangnya jerami dan jelai yang selama ini menjadi sumber utama pakan ternak sepanjang tahun.

Data resmi luas tanam

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Palestina, luas lahan tanaman ladang di Palestina pada tahun pertanian 2020/2021 mencapai 217.200 dunam, dengan 91,2 persen berada di Tepi Barat dan 8,8 persen di Jalur Gaza.

Gandum menempati porsi terbesar dengan 101.000 dunam atau 46,5 persen, disusul jelai seluas 49.500 dunam atau 22,8 persen.

Pada periode yang sama, jumlah ternak tercatat 67.760 ekor sapi, 771.168 ekor domba, dan 239.966 ekor kambing.

Penyitaan di Tengah Perang

Sementara itu, menurut data Komisi Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman Palestina, sejak Oktober 2023 otoritas pendudukan Israel telah:

  • Menyita 55.000 dunam lahan dan membentuk 25 zona penyangga di sekitar permukiman;
  • Meluncurkan 355 rencana tata ruang untuk membangun 37.415 unit permukiman di atas 38.551 dunam, serta melegalkan 11 pos permukiman;
  • Mengakibatkan pengusiran 33 komunitas Badui Palestina yang terdiri atas 455 keluarga (2.853 jiwa);
  • Mencabut dan merusak 48.728 pohon, termasuk 37.237 pohon zaitun;
  • Mendirikan 114 pos kolonial baru, sehingga totalnya mencapai 256 pos, di samping 180 permukiman besar yang dihuni sekitar 700.000 pemukim di Tepi Barat.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler