Saturday, December 13, 2025
HomeBeritaDingin dan banjir tewaskan 14 warga Gaza, PBB desak akses bantuan dibuka

Dingin dan banjir tewaskan 14 warga Gaza, PBB desak akses bantuan dibuka

Sebanyak 14 warga Palestina di Jalur Gaza meninggal dunia akibat hujan deras dan suhu dingin ekstrem, sementara lebih dari 15 rumah roboh sejak wilayah itu dilanda badai musim dingin Biron.

Di tengah situasi darurat tersebut, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi yang menuntut Israel—sebagai kekuatan pendudukan—untuk segera dan tanpa syarat membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Sumber-sumber medis di rumah sakit Gaza menyatakan, 14 korban tewas—6 di antaranya anak-anak—meninggal akibat paparan dingin, sementara puluhan rumah runtuh di berbagai kawasan Kota Gaza.

Pada saat yang sama, para pengungsi berjuang bertahan di tenda-tenda rapuh, berupaya melindungi anak-anak mereka dari dingin yang menggigit dengan sarana yang sangat terbatas.

Koresponden Al Jazeera melaporkan, sebuah bangunan bertingkat di kawasan Proyek Beit Lahia, Gaza utara, ambruk tanpa menimbulkan korban.

Namun di Bir an-Najjah, wilayah yang sama, tim ambulans dan pertahanan sipil mengevakuasi jenazah empat warga Palestina—termasuk dua anak—setelah sebuah rumah runtuh.

Sejak Kamis (dua hari lalu), ratusan ribu pengungsi menjalani hari-hari berat di dalam tenda-tenda usang di berbagai wilayah Gaza.

Hujan lebat, banjir, dan angin kencang akibat badai Biron menenggelamkan kawasan pengungsian dan merobohkan lebih dari 27.000 tenda, demikian pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza.

Kondisi kemanusiaan memburuk

Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq, mengatakan lebih dari 140.000 orang terdampak hujan deras yang menggenangi lebih dari 200 lokasi pengungsian di Jalur Gaza.

Ia menegaskan perlunya pencabutan pembatasan masuknya bantuan ke Gaza, serta mendesak penghapusan larangan terhadap operasional Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Sementara itu, Juru Bicara UNICEF di Palestina, Jonathan Crickx, menyatakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan aliran bantuan ke Gaza.

Ia juga menyerukan mobilisasi dukungan internasional. Ia menekankan perlunya mempercepat masuknya pakaian hangat dan tenda.

Di sisi lain, Hamas menilai perlengkapan penampungan yang masuk ke Gaza belum memenuhi standar minimum, tidak memadai untuk melindungi warga dari hujan dan dingin.

Hamas menyatakan, kematian akibat tenggelamnya tenda, paparan dingin, dan runtuhnya bangunan menunjukkan bahwa perang pemusnahan masih berlangsung, meski dengan cara yang berbeda.

Badai musim dingin datang saat para pengungsi hidup dalam kondisi yang nyaris tanpa penopang kehidupan, sulit mengakses kebutuhan dasar, dan mengalami penurunan tajam layanan vital akibat blokade Israel.

Sekitar 250.000 keluarga kini tinggal di kamp-kamp pengungsian Gaza dan menghadapi dingin serta banjir di dalam tenda-tenda rapuh, menurut keterangan sebelumnya dari pertahanan sipil.

Resolusi PBB

Di ranah politik, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang menuntut Israel segera dan tanpa syarat mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Selain itu juga menjamin ketersediaan pangan, air, obat-obatan, dan tempat berlindung bagi warga Palestina di wilayah pendudukan—dengan menghormati hak istimewa PBB dan organisasi internasional.

Resolusi yang diprakarsai Norwegia itu juga menegaskan perlindungan bagi tenaga medis dan kemanusiaan, larangan pemindahan paksa dan penggunaan kelaparan sebagai senjata, serta tidak menghambat kerja PBB.

Meski dua bulan telah berlalu sejak kesepakatan penghentian perang, Israel masih menghambat aliran bantuan ke Gaza.

Data menunjukkan, jumlah bantuan yang diizinkan masuk saat ini masih di bawah kebutuhan minimum untuk 2,4 juta penduduk Gaza.

Dalam konteks terkait, pernyataan bersama para menteri luar negeri Qatar, Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Turki, Indonesia, dan Pakistan menegaskan peran UNRWA tidak tergantikan dalam melindungi dan merawat hak-hak pengungsi Palestina.

Pernyataan itu mengecam penggerebekan pasukan Israel terhadap kantor UNRWA di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, sebagai eskalasi yang tidak dapat diterima dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.

Para menteri menegaskan peran vital UNRWA dalam distribusi bantuan di Gaza.

Reaksi Israel dan AS

Menanggapi resolusi tersebut, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa seruan Majelis Umum PBB agar Israel bekerja sama dengan apa yang mereka sebut “UNRWA Hamas” kembali menunjukkan bias moral lembaga itu.

Israel mengklaim memiliki dokumen dan video yang menuding keterlibatan staf UNRWA dalam peristiwa 7 Oktober 2023—tuduhan yang berulang kali dibantah UNRWA.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) turut menyebut resolusi Majelis Umum PBB sebagai keputusan yang tidak serius dan menunjukkan keberpihakan terhadap Israel.

Dalam pernyataannya, AS menilai resolusi tersebut mengorbankan diplomasi substantif dan bersifat memecah belah serta dipolitisasi, berbasis klaim yang dinilai keliru.

AS juga menyatakan bahwa pendapat nasihat Mahkamah Internasional bukan dasar legislasi, dan penggunaan pendapat tersebut dianggap meremehkan hukum internasional.

Perang yang dilancarkan Israel sejak 8 Oktober 2023, dengan dukungan AS dan berlangsung lebih dari 2 tahun, telah menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina, melukai lebih dari 171.000 orang, serta menghancurkan sekitar 90 persen infrastruktur sipil di Gaza, dengan kerugian awal diperkirakan mencapai 70 miliar dollar AS.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler