Amerika Serikat dilaporkan mengusulkan rencana rekonstruksi Jalur Gaza senilai USD 112 miliar, dengan komitmen awal Washington untuk menanggung sekitar 20 persen dari total pembiayaan, menurut laporan Wall Street Journal pada Jumat (19/12).
Proposal yang dijuluki “Project Sunrise” itu disusun oleh tim yang dipimpin Jared Kushner, menantu Presiden AS Donald Trump, bersama Utusan Khusus Timur Tengah Steve Witkoff. Rencana tersebut memproyeksikan transformasi Gaza menjadi kawasan pesisir berteknologi tinggi dan tujuan wisata mewah dalam jangka waktu 20 tahun.
Dokumen presentasi setebal 32 halaman, yang diklasifikasikan sebagai “sensitif namun tidak dirahasiakan”, telah dipresentasikan kepada negara-negara Teluk, Turki, dan Mesir. AS disebut akan berperan sebagai pendonor jangkar dengan pendanaan sekitar USD 60 miliar, sementara sisanya diharapkan berasal dari negara donor lain dan skema investasi jangka panjang.
Rekonstruksi direncanakan berlangsung dalam empat tahap, dimulai dari Rafah dan Khan Younis di selatan, berlanjut ke wilayah tengah, dan diakhiri di Kota Gaza. Tahap awal mencakup pembersihan puing, bom yang belum meledak, serta terowongan Hamas, disertai penyediaan hunian dan layanan medis sementara bagi penduduk.
Tahap selanjutnya mencakup pembangunan permukiman permanen, infrastruktur publik, serta pengembangan kawasan pesisir dan hunian mewah. Salah satu konsep utama adalah pembangunan “New Rafah” sebagai pusat pemerintahan Gaza, serta visi menjadikan Gaza sebagai “kota pintar” dengan tata kelola berbasis teknologi.
Namun, proposal tersebut secara eksplisit mensyaratkan pelucutan senjata Hamas sebagai prasyarat utama. Israel dan AS menegaskan bahwa rekonstruksi tidak dapat dimulai tanpa pembongkaran total kemampuan militer kelompok tersebut—sebuah tuntutan yang hingga kini ditolak Hamas.
Di kalangan pejabat AS, rencana ini memicu perbedaan pandangan. Sebagian pihak meragukan kelayakan politik dan keamanan proyek, sementara yang lain menyebutnya sebagai proposal paling komprehensif yang pernah diajukan untuk masa depan Gaza.
Rencana ini muncul di tengah mandeknya pembahasan fase kedua gencatan senjata Gaza, yang mencakup penarikan pasukan Israel, pembentukan otoritas sementara non-Hamas, serta pengerahan pasukan internasional.

